Minggu, 19 Mei 2013

Syahadat

Ajakan membungkuk ketika mengucapkan ”yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria” dalam Syahadat Para Rasul sempat menimbulkan pertanyaan. Apakah ini tata gerak baru dalam liturgi Gereja? Apa pula maksudnya?

Sikap tubuh membungkuk itu sudah lama ada dalam tradisi liturgis. Ketika melakukan gerakan itu, kita sedang menghormati misteri inkarnasi: Allah menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus, melalui Maria yang telah mengandung dari Roh Kudus. Untuk Misa Hari Raya Kabar Gembira dan Natal, cara membungkuk itu diganti dengan berlutut, sebagai bentuk penghormatan yang lebih dalam karena bertepatan dengan waktu perayaan yang berkaitan dengan misteri itu. Ini hanyalah salah satu unsur pada bagian Syahadat.

Menyatakan iman

Setelah disegarkan oleh Sabda Allah dan dicerahkan melalui pengajaran, umat mengungkapkan kembali iman mereka. Ritus ini disebut dengan beberapa nama: Symbolum, Pernyataan Iman (Professio fidei), Aku Percaya (Credo), atau Syahadat. Tradisi yang amat kuno ini bersumber dari liturgi pembaptisan orang Kristiani.

Maksud Syahadat adalah: ”agar seluruh umat yang berhimpun dapat menanggapi Sabda Allah yang dimaklumkan dari Kitab Suci dan dijelaskan dalam homili. Dengan melafalkan kebenaran-kebenaran iman lewat rumus yang disahkan untuk penggunaan liturgis, umat mengingat kembali dan mengakui pokok-pokok misteri iman…” (PUMR 67).

Gereja telah mengesahkan dua rumus Syahadat untuk digunakan dalam Misa Nikea-Konstantinopel dan Para Rasul. Rumus Syahadat Nikea-Konstantinopel lebih panjang dan lengkap daripada Para Rasul. Meskipun lebih dianjurkan menggunakan rumus pertama itu, banyak imam lebih suka memilih rumus kedua yang lebih pendek. Syahadat Para Rasul atau ikrar pembaptisan Gereja Roma itu digunakan terutama dalam Misa selama Masa Prapaskah dan Paskah.

Sebagai sebuah ikrar, Syahadat ini lebih cocok diucapkan bersama-sama oleh imam dan umat dari awal. Tapi, tidak dilarang untuk dilagukan. PUMR 68 juga memberi caranya: ”Pernyataan Iman itu dilagukan atau diucapkan oleh imam bersama dengan umat pada Hari Minggu dan Hari Raya. … dapat diucapkan juga pada perayaan-perayaan khusus yang meriah.”

Lebih lanjut dijelaskan: ”Kalau dilagukan, Syahadat diangkat oleh imam atau, lebih serasi, oleh solis atau kor. Selanjutnya… dilagukan entah oleh seluruh umat bersama-sama, entah silih berganti antara umat dan kor. Kalau tidak dilagukan, …dibuka oleh imam, selanjutnya didaras oleh seluruh umat bersama-sama atau silih berganti antara dua kelompok jemaat.” Semua peraya yang hadir melakukan ritus ini dengan berdiri.

Mengakui Trinitas

Sebenarnya masih ada satu lagi jenis ikrar pembaptisan, yakni yang digunakan dalam Misa Malam Paskah, bagian dari Pembaruan Janji Baptis. Rumus ini berupa tanya jawab. Imam bertanya dan umat menjawab: ”Saya percaya.” Maka, dalam Misa Romawi berlaku tiga rumus ikrar pembaptisan resmi. Rumus lain di luar tiga itu tidak boleh digunakan.

Ketiga rumus Pernyataan Iman itu mengandung unsur trinitaris. Ada tiga struktur yang masing-masing merangkum penjelasan tentang apa yang kita imani akan Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, serta relasi mereka satu sama lain. Dari ketiga pribadi itu, yang tentang Allah Putra adalah yang terbanyak dijelaskan.

Percaya akan Allah Tritunggal atau Trinitas adalah percaya akan tiga pribadi Allah, percaya akan hidup ilahi yang dinyatakan melalui wafat dan kebangkitan Yesus, pribadi kedua. Inilah yang diwartakan dan diakui Gereja sejak zaman para Rasul. Kita juga dapat memahami misteri Trinitas melalui komunitas gerejawi. Pengakuan akan Allah Trinitas adalah juga pengakuan akan Gereja yang satu, kudus, Katolik, dan apostolik. Gereja menjadi tempat kehidupan ilahi yang bisa dirasakan juga oleh para anggotanya.

Christophorus H. Suryanugraha OSC
Ketua Institut Liturgi Sang Kristus Indonesia

Sumber:
http://www.hidupkatolik.com/2012/05/10/percaya-kepada-allah-tritunggal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar