Model Pelayanan: KRISTUS
Ciri-ciri:
1. Bebas dari MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI
(kepuasan, dan khawatir pada yang dipikirkan orang lain)
2. Bebas dari KEDUDUKAN/JABATAN/KUASA
3. Bebas dari RASA DENDAM
4. Bebas dari HUKUM YANG MEMATIKAN
(Dasar hukumnya adalah KASIH)
Dasar pelayanan : Caritas Christi Urget Nos Caritas:
- Kasih yang total
- Kasih yang tanpa pamrih
- Berbelas Kasih (Aktif dan proaktif)
- Melayani demi Kemuliaan Allah
- Didasari hubungan yang akrab dengan Bapa (Sehingga bertahan dalam situasi sesulit apapun).
Dalam pewartaan menjadi menarik ketika kepada umat yang mendengarkan mendapat cerita yang menjadi pergumulan hidup kita, dan bagaimana lalu bangkit kembali menjadi tegak berdiri berjalan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, sehingga pasti ada yang didapatkan umat dengan melihat dari sudut pandang lain, dan disitulah ada muncul “Suara Kenabian” dari sudut pandang yang lain.
Buah “Suara Kenabian”, adalah pertobatan yang mendorong orang untuk memiliki cinta kasih, yang sungguh – sungguh sebab sudah merasakan sendiri Kasih Allah.
Tujuan mengapa Prodiakon dihadirkan, agar umat dimunculkan rasa memiliki, menghidupi Gereja yang didiami dari umat, untuk umat, oleh umat yang menyatukan bukan memecahkan.
Prodiakon harus Berani untuk datang kedalam acara yang mengundang anda, dan berhenti “total”, artinya tanggalkan sejenak permasalahan keluarga, diri sendiri untuk datang melayani orang lain. “dengan segala rendah hati aku melayani Tuhan. Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan dari pihak orang Yahudi yang mau membunuh aku” (Kisah Para Rasul 20:19)
Hati – hati untuk berbicara sebagai Prodiakon, Prodiakon diajak untuk bijaksana dalam berbicara dan justru Prodiakon diharapkan bisa membangkitkan semangat harapan kembali umat yang mendengarkan ketika membawakan renungan,Prodiakon dituntut juga membentuk kematangan diri, artinya bagaimana bisa melepaskan luapan emosi yang pada tempatnya ketika dibawah “tekanan” beban tugas – tugas yang dihadapinya.
Konsep Prodiakon bekerja bukan untuk mencari “ganjaran”, tetapi semata – mata karena cinta kasih, bagai cinta yang mengalir sepasang kekasih yang rela tanpa dipaksa, bahkan mau berkorban untuk mengekspresikan cinta.
Konsep Prodiakon bekerja dalam pelayanan, adalah proaktif menawarkan pelayanan bagi umat yang kadangkala tidak tahu harus kemana mencari, dan takut menempuh berbagai “prosedural” yang membayang didepan mata.
Ingat! Yang justru harus dihibur adalah orang yang masih hidup, maka ini harus diperhitungkan dan jangan terlalu baku prosedural dengan memelihara jiwa – jiwa yang harus dilayani.
Konsep Prodiakon bekerja dalam pelayanan bukan semata – mata mencari nama sendiri, melainkan membantu umat menemukan Allah didalam pelayanan anda, maka disitulah Kemuliaan Allah dipermuliakan dalam pelayanan Prodiakon.
Konsep Prodiakon bekerja harus memiliki dasar yang kuat, dalam hubungan yang intim dan kuat dengan Allah.
Spiritualitas Pelayanan Salib
1. Gratuit (Gratis) : Berani melayani dengan sia – sia, tidak ada hasil dan tidak ada imbalan. “Kamu sudah terima dengan Cuma – Cuma” (Matius 10:8), karena tuntutan anda memberikan, bukan mengumpulkan.
2. Kenosis : Mengosongkan diri, unsur pengorbanan diri supaya yang lain dapat hidup. (Filipi 2:5-8) “melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” dan mengambil tanggungjawab yang sudah diberikan kepada anda.
Ketika menjadi Prodiakon, harusnya bersukacita sebab dalam ketidakpantasan diri bersedia menerima tanggungjawab yang besar.
Jika kita hidup terpaku hanya melihat kekurangan kita sendiri, maka hidup kita tidak akan maju berkembang untuk menerima tanggungjawab yang lebih besar lagi. “Tuhan tidak melihat kemampuan kita, melainkan Tuhan melihat kemauan kita yang akan dilengkapi, dicukupkan kemampuan anda, saya dan kita semua nantinya untuk menjalankan tanggungjawab.”
Membagi tanggungjawab dalam pelaksanaan tugas dilingkungan akan menghidupkan dan mengajak keterlibatan umat yang merasa senang diajak semakin terlibat.
3. Miseri Cordia : Rasa belas kasih, orang yang hatinya tersayat oleh penderitaan orang lain. Perlu masuk dalam situasi penderitaan supaya ada kepekaan hati dengan penderitaan.
“Jika anda memulai dengan hati yang kesal untuk melayani dan berani tetap menjalani pelayanan dengan hati, maka Allah akan memberikan sukacita”, tegas Romo Eko saat memberikan sharing pengalaman beliau yang meneguhkan disela – sela pemaparannya.
4. Trust, Kepercayaan
“Kedalam tanganMu, Kuserahkan hidupKu”. Dibimbing bukan oleh inisiatif pribadi tetapi oleh kehendak Allah.
Allah tahu bagaimana menyejahterakan dan memberikan makna hidup anda, dan saya.
Sesi kedua diajak untuk bagaimana membaca Kitab Suci, membuat renungan yang Praktis dan cara berbicara didepan umat untuk mengutarakan pengalaman atas perjumpamaan dengan Allah, bukan sebagai pengamat.
Fasilitator Yang Baik:
1. Memandang satu hal dari sudut pandang yang baru.
2. Mempunyai cakrawala yang luas
3. Antusiasme/semangat/api hidup. Disini perlu kehati – hatian bahwaProdiakon sesungguhnya memiliki tanggungjawab untuk membawa harapan, semangat, dan energi positif yang bisa ditularkan kepada orang lain.
4. Tidak pernah membicarakan diri mereka sendiri
5. Punya rasa ingin tahu yang tinggi (Curiosity). “Tolong disini rasa ingin tahunya yang baik, bukan rasa ingin tahu yang kotor”
6. Menunjukkan rasa “empati” …..menempatkan pada posisi yang diajak berbicara.
7. Rasa empati dalam rangka melayani terhadap orang yang dilayani. Berani merasakan perasaan, penderitaan orang lain.
8. Punya selera humor yang tinggi.
9. Punya gaya bicara sendiri.
10. Bagaimana Yesus mewartakan ?
Matius 7:28-29 “Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka.”
Yohanes 7:16 “AjaranKu tidak berasal dari diriKu sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku”
Lukas 20:21 “ Orang-orang itu mengajukan pertanyaan ini kepada-Nya: “Guru, kami tahu, bahwa segala perkataan dan pengajaran-Mu benar dan Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah.”
Markus 4:2 “Dan Ia mengajarkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Dalam ajaran-Nya itu Ia berkata kepada mereka”
Kesimpulannya Yesus menggunakan metode bercerita.
Jangan banyak ajarannya, tetapi bagaimana anda bercerita untuk orang lain sehingga bisa mengambil sesuatu yang baik untuk dibawa pulang oleh umat yang mendengarkannya.
Bagaimana mengolah bahan Kitab Suci?
- Mengumpulkan Bahan: membaca Teks Kitab Suci, merenungkan Kitab Suci (reaksi, kata – kata, mencatat ide/pikiran yang muncul). Tafsiran eksegetis (jangan memperkosa teks Kitab Suci, membandingkan teks, membaca komentar dari para ekseget, mempelajari teks dalam konteks)
- Masa Inkubasi : waktu jeda/pause, waktu untuk memasukkan dan menggumuli dalam alam bawah sadar, untuk meng”internalisasi” Sabda Allah. Selama Masa Inkubasi, meditasi memegang peranan paling penting. Meditasi membuka pikiran dan batin untuk pencurahan Roh Kudus.
- Masa Iluminasi. Setelah diolah, maka muncul ide, pikiran, gambaran atau rancangan untuk bahan renungan. Pemunculan ide ini merupakan satu pengalaman yang membebaskan dan melonggarkan. Ide-ide tersebut kemudian dirumuskan dan dirancang dalam suatu renungan.
Tujuan renungan ada 3 aspek yang harus dikuasai:
a. Umat (yang akan diajak berubah)
b. Dari mana?
c. Kemana?
Tujuan khotbah adalah pertobatan
Efektifitas khotbah? Jika mampu menggerakkan umat untuk melakukan suatu perubahan hidup.
Maka perhitungkanlah isi dan cara penyampaian
Punya persepsi yang tajam dan jelas: menangkap makna dari sebuah kejadian/peristiwa atau kebiasaan.
Mampu melihat:
a. Nilai – nilai berharga bagi umat (umat yang diubah)
b. Nilai – nilai dalam masyarakat (darimana)
c. Nilai – nilai dalam Kitab Suci (Kemana)
Jadi urutan Khotbah adalah:
1. Pemaparan Kitab Suci
2. Lihatlah situasi jemaat
3. Lihatlah situasi masyarakat
4. Menyampaikan dengan menarik, bukan semua diberikan perikopnya sehingga umat tidak “mual kekenyangan” namun bisa menangkap dari kata kunci, garis besar yang mau disampaikan dari fasilitator.
Kenalilah nilai – nilai Kitab Suci:
1. Bacalah buku – buku komentar Kitab Suci sehingga mengusai makna, nilai – nilai Kitab Suci.
2. Kenalilah nilai – nilai umat
3. Nilai – nilai umat, pengajaran moral.
Perhatikanlah:
1. Nilai yang diajarkan pada mereka
2. Tingkah laku yang diterima atau tidak
3. Siapa pahlawan mereka
4. Nilai apa dari pahlawan itu
5. Waktu luang dipakai untuk apa?
6. Bagaimana menggunakan uang?
7. Peristiwa populer apa yang mempengaruhi?
Dengan demikian kita, mengenal:
- Kekhawatiran dan harapan mereka
- Kekecewaan dan cita – cita mereka
- Kelemahan dan kekuatan mereka
- Perjuangan dan prestasi mereka
Supaya mereka semakin ingin mengenal dalam diri mereka sendiri yang tidak mereka sadari, dengan gaya penyampaian kita.
Padukanlah nilai Kitab Suci, antara umat dan masyarakat
1. Perhatikanlah konflik
2. Sikap yang berbeda
3. Semangat yang berbeda
4. Tantangan (bahwa kita punya semangat mengumpulkan tetapi juga punya semangat memberi)
Cara menyajikan Renungan:
1. Persiapkanlah diri anda sebaik mungkin
2. Bacalah bahan – bahan yang berguna, carilah cerita – cerita yang mendukung, humor. Saat anda menguasai bahan, maka rasa gugup akan berkurang.
3. Periksalah suasana ruangan yang akan dikuasai.
4. Ruangan tersebut dibuat nyaman
5. Cek peralatan yang hendak dipakai
6. Bila anda menggunakan audio visual, cobalah dicek sebelum digunakan.
7. Saat membawakan permenungan jangan takut untuk memandang mata para pendengar sebagai tanda adanya suatu hubungan pribadi. (asal jangan hanya pada satu orang tertentu saja, dan jangan pula melihat dengan agresif)
8. Menit-menit pertama dalam permenungan sangat mempengaruhi seluruh pembicaraan. Orang datang dari berbagai tempat, suasana, situasi; bagaimana anda mengajak mereka supaya masuk dalam pembicaraan yang anda bawakan. Misalnya, menanyakan harapan mereka; menceritakan kisah, mengajak bernyanyi dan bergerak. (awas jangan berlebihan!)
9. Bicaralah dengan jelas (sesuaikan dengan ruangan), gunakanlah bahasa tubuh yang tepat, jangan membaca teks.
Saat anda bicara, anda harus tanggap terhadap reaksi-reaksi para pendengar. Anda harus peka pada bahasa tubuh mereka. Misalnya ada yang menganggup, menggeleng, kaget, jenuh, ngantuk.
Dan berilah saat jeda supaya ada waktu bagi para pendengar untuk meresapkan kedalam pikiran dan hati mereka.
10. Perhatikanlah waktu yang telah ditentukan
Jika bahan masih banyak, tetapi waktu sudah tidak memungkinkan; tanyakanlah pada para pendengar, bagaimana sebaiknya.
11. Diakhir permenungan berikanlah suatu ringkasan yang menggarisi renungan anda.
Jika masih memungkinkan berikan beberapa saat untuk tanya jawab.
Skema Renungan :
1. Motivasi : menciptakan hubungan antara pembicara dengan pendengar, dan sebagai pengantar ke dalam masalah. (hal-hal aktual, pengalaman konkret, cerita)
2. Pembatasan Masalah : menciptakan hubungan antara masalah dengan pendengar (mengedepankan dan mengembangkan masalah, membatasi juga mengantar dalam warta Kitab Suci)
3. Diskusi : mengaktifkan pendengar untuk berkonfrontasi dengan masalah yang mereka hadapi, dan mengajak mereka untuk turut berpikir (Argumentasi/pembuktian atau ilustrasi)
4. Penyodoran Jalan Keluar : mendapat persetujuan dan pengakuan dari pendengar (Mewartakan sabda Tuhan sebagai puncak pewartaan)
5. Aplikasi : aplikasi praktis kedalam hidup pendengar (contoh dan pengalaman konkret)
SPIRITUALITAS PRODIAKON
1. Prodiakon hendaknya menimba semangat dari apa yang ia wakili dan hadirkan, yaitu semangat prodiakon tertahbis, semangat melayani. Dengan demikian, prodiakon dilantik pada hakikatnya untuk mewakili sang pelayan (diakonos).
2. Karena bersangkutan dengan pelayanan doa dan hal-hal yang suci, maka para prodiakon harus akrab dengan Tuhan. Ia harus menjadi seorang pendoa, dalam arti suka berdoa dan hidup dalam doa. Prodiakon haruslah seorang pemohon dan berkembang dalam keutamaan-keutamaan Kristiani, yakni keutamaan-keutamaan dalam iman, harapan, dan kasih. (1 Kor 13: 13)
3. Prodiakon selalu siap menerima tugas dari pastor, Paroki, Lingkungan, Wilayah, RT/RW dan masyarakat, lingkungan kerja, dan tentu saja dari keluarga di rumah.
4. Prodiakon harus selalu siap menghadapi keruwetan hidup, memanggul salibnya setiap hari, dan harus menyangkal diri. (Luk 9: 23)
5. Prodiakon harus rajin menerima sakramen pengakuan / rekonsiliasi, hidup dari kekuatan sabda Allah - hidup dari sakramen-sakramen - rajin membaca Kitab Suci dan merenungkannya. Hal ini semakin mendesak, karena prodiakon sering harus berkhotbah dalam berbagai kesempatan kepada Umat beriman.
6. Devosi kepada Santa Bunda Maria akan amat membantu dalam menyerahkan diri kepada Allah sebagai hamba Tuhan. (Luk 1: 38). Juga berdevosi dan hormat kepada Sakramen Mahakudus.
7. Prodiakon harus selalu siap tugas dan menyediakan diri. Siap dalam segi fisik, keterampilan dan penguasaan tugas, terutama hati yang suci, pikiran yang bersih melalui doa persiapan yang cukup.
8. Prodiakon harus memberikan pelayanan yang maksimal, tanpa memperhitungkan untung-rugi baik moril maupun materiil, tanpa pilih kasih atau pandang bulu, terutama kepada yang miskin, lemah, tersisih, dan sakit.
9. Prodiakon tidak mudah berpuas diri, tidak boleh merasa tahu segala-galanya. Harus mau belajar terus, karena liturgi dan pewartaan selalu berkembang dan terus memperbaharui diri.
10. Prodiakon harus bersikap rendah hati dan siap dikritik, bukan sikap pembenaran diri.
11. Akhirnya, spiritualitas prodiakon paroki merupakan spiritualitas injili yang dihayati sedemikian rupa, sehingga "bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam aku". (Gal 2: 20)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar